Oleh
: Erik Setyawan (14120042) - 1PIK1
Menyusuri
gerbong kereta ekonomi jurusan Stasiun Jakarta Kota – Ekonomi, terlihat
beberapa orang dengan berpakaian rapih, namun sambil mendorong gerobak kecil
atau menggendong kotak kecil berisi bermacam jenis barang dan makanan yang
telah mereka bungkus sedemikian rupa.
PT
KAI (Kereta Api Indonesia), salah satu Badan Usaha Milik Negara Republik
Indonesia, awal bulan Desember tahun 2012 lalu telah menetapkan pen-sterill-an kawasan sekitar stasiun dan
setiap gerbong kereta dari para pedagang asongan, pengemis, dan gelandangan,
terutama untuk kawasan Stasiun Kota.
Penjagaan
di beberapa stasiun dari arah Stasiun Kota sudah mulai terlihat diperketat.
Dengan disiagakannya beberapa personil berseragam TNI dan Polisi bersenjata di setiap
stasiun. Dari arah Kota menuju Bekasi, penjagaan ini sudah mulai terasa di beberapa
stasiun yang dilewati.
Inilah
yang membuat para pedagang asongan di kereta ekonomi tujuan Bekasi selalu
merasa was-was dan khawatir. Mereka sudah tidak merasa leluasa lagi untuk
mencari penghasilan dengan menjual barang dagangan yang dimilikinya kepada
penumpang kereta.
Pasalnya,
kerap kali bila pedagang asongan tersebut yang kedapatan sedang berjualan di
dalam gerbong kereta oleh Petugas Keamanan Stasiun, mereka langsung diturunkan
dan digelandang ke dalam kantor keamanan.
Barang
dagangan mereka pun tak luput dari sitaan. Para pedagang mengaku juga
diharuskan membayar uang sebesar Rp 50 ribu untuk menebus barang dagangan
mereka yang disita serta materai Rp 6 ribu untuk menandatangani surat
perjanjian yang dijual dengan harga Rp 8 ribu oleh oknum keamanan tersebut.
“Kalau
misal ketangkep, kita semua barang
dagangannya diambil terus dibawa ke pos, disita, trus kita –nya juga harus ngebayar 50 ribu buat nebusnya, tambah
materai lagi...”, ungkap pedagang
asongan, Akbar, seorang ibu yang mencari nafkah di kereta dengan berjualan tissue dan makanan ringan.
Mereka
juga dirugikan oleh kelakuan oknum-oknum keamanan tersebut yang dengan seenaknya
mengambil barang dagangan yang disita. Banyak pedagang yang menyesalkan hal
tersebut, apalagi mereka sudah harus membayar sejumlah uang yang tidak sedikit
untuk menebus barang dagangannya yang disita.
Layaknya Teroris
Berkeliling
lalu-lalang di dalam sesaknya gerbong kereta ekonomi yang sedang berjalan dari
arah stasiun Kota hingga Bekasi, para pedagang asongan memulai peruntungannya
dengan menjajakan dagangannya kepada para penumpang.
Dimulai
dari Stasiun Manggarai hingga Bekasi, para pedagang asongan memberanikan diri
untuk menjajakan dagangannya secara langsung dan terbuka kepada penumpang, sama
halnya dengan para pengemis dan pengamen yang ada di dalam gerbong kereta ekonomi
tujuan bekasi ini.
“Saya
–mah gak berani ke Kota, paling dari Bekasi Saya turun di Manggarai,
trus nunggu lagi keretanya balik,
baru Saya naik lagi... Di Kota –mah
serem Saya sama petugas keamanannya, banyak polisi sama TNI sekarang...” terang Erwin, yang berdagang asongan
dengan menggunakan gerobak kecilnya.
Mereka
melihat bahwa stasiun-stasiun dari arah Stasiun Jakarta Kota hingga Manggarai
saat ini sangatlah ketat sekali dalam penjagaannya. Banyak sekali personil TNI
dan juga Polisi bersenjata yang terlihat berjaga di area stasiun tersebut.
Walaupun
stasiun-stasiun dari Manggarai hingga Bekasi sekarang masih minim penjagaannya,
para pedagang asongan dan pengemis juga sedianya was-was dengan situasi
penjagaan sekarang ini.
Dari
cara berpakaian mereka sekarang pun bukan seperti layaknya pedagang asongan yang
berada di pinggir jalan maupun angkutan umum yang sering terlihat, tapi
layaknya penumpang kereta biasa. Dengan jaket, sepatu, hingga topi mereka
kenakan.
Selain
itu, para pedagang asongan dan pengemis juga membeli tiket seperti para
penumpang kereta lainnya guna menghindari bila ada pemeriksaan oleh petugas.
Membungkus barang dagangannya dengan rapih, tidak terlihat seperti membawa barang dagangan
pun mereka lakukan.
“Sekarang
juga udah pada pinter, barang kita
bungkus rapih biar gak kelihatan itu
barang asongan... terus juga beli tiket di Manggarai buat ke Bekasi, terus
nanti kalo mau balik lagi ya beli
lagi di Bekasi nanti... biar ada pemeriksaan, kita gak ketahuan gitu...”,
tambah Erwin.
Saat
inilah mereka merasa layaknya seorang teroris yang tiap kali diincar oleh mata
petugas keamanan stasiun. Mereka menyadari akan hal itu, namun mereka
beranggapan bahwa kegiatan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari mereka ini dilakukan dengan tidak merugikan orang lain, terutama
pengguna jasa kereta ini.
“Pihak
Stasiun Jakarta Kota sebelumnya telah memberikan imbauan kepada para pedagang
asongan juga pengemis di daerah stasiun dan kereta untuk tidak lagi berjualan
atau mengemis...”, ungkap Iik, selaku Customer
Service Stasiun Jakarta Kota.
Namun
imbauan tersebut dirasa belum terlalu ter-ngiang
di kuping para pedagang secara langsung. Mereka hanya tahu dari desas-desus
para pengguna kereta. Terbukti dari beberapa pedagang yang ditanyai mengenai
hal tersebut, mereka berkilah.
“Enggak, enggak pernah kok kita
pedagang asongan yang di kereta dikasih tau pengumuman kaya gitu langsung...
ketemu langsung dengan petugasnya aja gak
pernah...”, jelas Akbar yang sudah hampir 20 tahun berjualan di kereta.
Menjual
dagangan kepada para penumpang kereta merupakan suatu usaha yang halal,
walaupun penghasilan mereka tidak bisa ditentukan setiap harinya. Kadang
untung, kadang rugi.
Nasib
Kereta Ekonomi
Kereta
Ekonomi jurusan Jakarta Kota - Bekasi sebentar lagi akan dihilangkan dan
diganti dengan “Commuter Line”.
Rencananya pihak PT KAI akan memindahkan kereta kelas ekonomi seluruhnya ke
tujuan Bogor.
Peniadaaan
ini juga akan berimbas hilangnya mata pencaharian para pedagang asongan dan
pengemis. Mereka sangat bergantung sekali pada kereta kelas ekonomi karena
mereka merasa lebih leluasa berjualan dengan tidak adanya penjagaan di dalam
kereta kelas ekonomi. Sangat berbeda bila kita menumpang “Commuter Line”.
PT
KAI sendiri mengatakan bahwa kereta lokal kelas ekonomi masih dipercayakan
sebagai kereta yang sifatnya lebih umum dan terbuka. Bisa dilihat dari harga
karcis yang terbilang sangat terjangkau pula, bila dibandingkan dengan “Commuter Line”, sehingga dari segi
pengamanan di dalam gerbong kereta juga masih agak minim.
Namun
tidak dipungkiri bahwa penumpang kereta kelas ekonomi, terutama jurusan Jakarta
Kota – Bekasi masih sangat ramai peminatnya. Penuh sesak, itulah yang dirasakan
pada saat berada di gerbong kereta jurusan ini. Terutama pada jam berangkat
kerja dan pulang kantor.
Sudut Pandang Ekonomi
“Ekonomi
di Indonesia dirasa sudah semakin membaik, namun bukan masalah kemiskinanlah
yang sekarang dirasa sebagai penyebab utama, namun ketidakmerataan”, jelas Veny
Anindya, SE, M.Ec, Dosen Ekonomi Universitas Bunda Mulia Jakarta.
Dilihat
dari sudut pandang ekonomi dan juga menurut pendapat Veny, mengapa seseorang
mencari nafkah dengan berjualan asongan, mengemis, atau yang lainnya
dikarenakan ketidakmerataan penduduk yang ada, terutama di Pulau Jawa.
Sekitar
kurang lebih setengah dari jumlah seluruh penduduk di Indonesia bertempat
tinggal di Pulau Jawa, sehingga mengakibatkan sumber daya manusia yang ada
tidak dapat ditampung oleh perusahaan-perusahaan yang ada.
Oleh
sebab itu, banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan tersebut akhirnya
memutuskan untuk mencari nafkah dengan berjualan asongan, mengamen, atau
mengemis diberbagai tempat seperti pinggir jalan, lampu merah, hingga di dalam
kereta.
Mereka
sebenarnya juga tak ingin melakukan hal tersebut, namun keadaanlah yang
mengharuskan mereka melakukan ini. Mereka masih sangat bersyukur untuk bisa
memenuhi nafkah sendiri maupun keluarga, serta anak-anak mereka yang juga
sering ikut orang tuanya mencari nafkah dengan cara yang halal. Setidaknya
mereka tidak melakukan tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Para
pedagang asongan, pengemis, juga pengamen di dalam gerbong kereta sebenarnya
bukanlah hal yang dirasa merugikan. Bahkan banyak yang menilai dengan adanya
mereka di dalam kereta, para penumpang merasa nyaman karena mereka menjual
barang-barang yang kebetulan mereka butuhkan pada saat di kereta.
“Kalo dijam-jam senggang yaa gak
nge-ganggu–lah, kan jalannya
longgar, nah kalo lagi penuh dan
jualan itu baru ganggu”, ungkap pengguna kereta, Toni, yang ingin melanjutkan
perjalanan pulang menuju Bekasi dari stasiun Manggarai.
Mereka
jugalah yang sebenarnya menjaga kebersihan gerbong kereta. Mereka memunguti
sampah-sampah, seperti botol plastik, bungkus rokok, hingga kantong plastik
untuk tambahan mereka. Mereka juga selalu memperingati para penumpang yang
kedapatan lalai di dalam kereta agar tidak terjadi aksi-aksi kriminal di dalam
kereta.
“Kita
jualan juga sambil merhatiin penumpang, kalo
misalkan dirasa ada yang lalai gitu, kadang kita ingetin mereka, biar gak
kenapa-kenapa”, terang Akbar.
Tidak
seharusnya mereka diusir begitu saja. Mereka juga tidak ingin seperti ini.
Mereka semua menggantungkan hidupnya di dalam kereta. Kita harus melihat sisi
positif dari mereka, setidaknya mereka tidak melakukan aksi-aksi kriminal hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Bila
seluruh stasiun dan kereta sudah di- sterill
-kan oleh pedagang asongan dan pengemis, maka mereka akan kehilangan mata
pencaharian mereka. Secara tidak langsung, hal ini dapat mengakibatkan jumlah
pengangguran dan aksi-aksi penyimpangan sosial yang tidak diinginkan meningkat.
Apalagi mereka kerap kali gagal mendapatkan pekerjaan yang layak guna memenuhi
kebutuhan hidup mereka di Kota seperti Jakarta ini.
Alangkah
baiknya, bila pihak PT KAI memberikan jalan keluar yang sifatnya menguntungkan
bagi kedua pihak. Perundingan-perundingan langsung dari pihak terkait dengan
para pedagang rasanya sangat diperlukan. Apalagi para pihak terkait tersebut belum
pernah terlihat turun langsung melihat keadaan yang mereka alami.
Dengan
memberikan ijin resmi dan seragam untuk berjualan bagi mereka yang ingin
menjadi pedagang asongan rasanya sangat diimpi-impikan oleh mereka saat ini.
Mereka juga tidak keberatan bila adanya penarikan iuran oleh pihak PT KAI bila
ingin berjualan di kereta, asalkan mereka dapat mencari uang tanpa adanya
kekhawatiran yang menghantui mereka selama ini.
Bila
merasa keberatan dengan hal ini, ada baiknya PT KAI dapat memperkerjakan mereka
dengan layak, sehingga mereka tidak kehilangan mata pencaharian mereka begitu
saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.